YouTube, siapa yang bisa sehari saja melewatkannya hari-hari ini?
Siapa pun, entah anak-anak, remaja, dewasa dan bahkan para lanjut usia, semua seperti tersihir oleh situs video ini. Mau cari info apa, pasti ada. Butuh tahu apa, cuma tinggal klik. Semua ada di ujung jari…
Dan tentu saja, profesi sebagai YouTuber naik daun, diminati oleh berbagai kalangan. Dari yang kenyang makan sekolahan hingga awam yang lebih suka perkara simpel simpel saja.
Mencermati ini semua, Pustaka Buku Bekas mencoba urun rembug, gitu ceritanya. Banyak sih YouTuber populer mulai dari kelas lokal sampe yang internesyenel. You name it! Tapi, berhubung dorongan utamanya adalah mencari YouTuber muda yang hidupnya berubah 180 derajat akibat situs ini dan mau berbagi ilmu, pilihan jatuh pada Matt Par.
Nih orangnya!

Silakan klik disini untuk langsung ikut KELAS GRATIS jadi YouTuber dari Matt Par.
Untuk mengetahui lebih banyak siapa dia, berikut intisari seputar YouTuber belia ini, yang diringkas dari blog milik Mat dan dikemas dalam bentuk tanya jawab agar lebih mudah dipahami.
Pustaka Buku Bekas (PBB): Boleh dong cerita latar belakangmu?
Matt Par (MP): Oke, jadi gini. Sekian tahun lalu, saya itu sebenarnya keblangsak. Anak sekolah yang gak tahu mau ngapain. Berangkat sekolah males, belajar ogah, pokoknya bingung sendiri hidup kok gini amat!
PBB: Kenapa bisa begitu?
MP: Gak tahu. Yang jelas saya mempertanyakan hidup. Masih kecil padahal. Kenapa jalan hidup orang kok umumnya standar. Sekolah-kuliah-kerja dari jam sembilan pagi sampe jam lima sore. Yah katanya itu resep sukses. Cuma ya, emang gak ada cara lain, penasaran saya!
PBB: Hmm… terus?
MP: Yah, saya terus mikirin itu dari waktu ke waktu. Saya gak mau kerja seperti kebanyakan orang, pergi gelap pulang gelap. Bukan karena saya gak mau kerja tapi karena saya benci terikat waktu sehari penuh. Jadi ya, saya coba browsing sana sini, gali ide dari ujung ke ujung…
PBB: Nemu yang dicari?
MP: Gak, kebanyakan info malah bingung sendiri. Tapi saya tetep cari tahu soal YouTube. Bikin penasaran banget waktu itu. Dan saya baru sadar belakangan ternyata banyak orang bisa hidup sepenuhnya dari situs video ini.
PBB: Terus bikin channel, dong?
MP: Kebetulan saya udah punya sih waktu itu. Ada satu dua video saya upload.
PBB: Ada yang nonton videonya?
MP: Ada, yah cuma sepuluh views aja sih.
PBB: Masih serba gelap gitu, ya?
MP: Betul! Waktu itu umur saya 14 tahun. Gak ilang-ilang penasaran saya. Lama lama setelah belajar dari aneka channel yang mbahas “Top 10 videos”, saya tergerak untuk mencoba lagi.
PBB: Bikin channel baru maksudnya?
MP: Ya.
PBB: Sesuai harapan?
MP: Gak juga tuh, sama aja nyungsep juga.
PBB: Bete, dong?
MP: Untungnya gak. Udah upload banyak banget padahal, gak ada juga tuh yang nonton. Tapi saya nekad. Terus upload, bikin konten terus. Nah sekali waktu, saya upload soal apa gitu, lupa. Eh gak tahunya, ini viral di sekolah. Dapet views lebih dari 100 ribu.
PBB: Seneng dong?
MP: Banget. Dari situ saya makin bertekad buat menekuni YouTube.
PBB: Sekolah kamu gimana?
MP: Hehee… saya mau ngaku aja. Saya udah gak fokus sekolah dan lebih memperhatikan YouTube.
PBB: Komentar orang tua dan guru?
MP: Udah pasti mereka menyemangati saya untuk terus sekolah. Mau apa lagi? Tapi saya udah bertekad untuk punya 100 ribu subscribers di channel saya.
PBB: Berhasil akhirnya?
MP: Yah, sambil jalan sih. Ya sekolah, ya nge-yutub. Yang jelas saya punya beberapa channel. Singkat cerita, waktu umur saya 16 tahun, 100 ribu subscribers akhirnya tercapai. Iklan di channel saya muncul dan terus berkembang. Dari situ sedikit demi sedikit lama lama saya dapet 9 ribu dolar per bulan.
PBB: Mantep dong!
MP: Ya, seneng banget. Tapi abis itu saya sadar, urusan konten bikin saya capek badan, capek pikiran. Saya kelelahan.
PBB: Tapi 9000 dolar sebulan, lho bro!
MP: Itu dia, makanya saya berpikir gimana biar sekolah jalan tapi perkara konten juga lancar jaya. Pikir pikir, akhirnya coba outsourcing. Pokoknya saya minta orang bikin konten sesuai arahan saya, ide saya. Mereka yang ngerjain semua mulai dari naskahnya, isi suara, editing, bikin thumbnail, dan seterusnya.
PBB: Sesuai harapan?
MP: Ya, bisa dibilang ini sukses. Pemasukan saya dari iklan semakin meningkat karena views bertambah terus. Dari situ sebagian saya investasikan lagi uangnya untuk bikin channel baru.
PBB: Sampai sekarang?
MP: Ya, sampai sekarang. Saya pegang sembilan channel sekarang. Dari iklan tiap bulan, rata-rata saya dapet 30 ribu dolar.
PBB: 30 ribu dolar per bulan? Gak salah tuh?
MP: No, naik turun sih jelas. Yang pasti saya bersyukur sekali sambi terus upload dan optimalkan konten saya. Sebagai penghargaan atas pencapaian ini, YouTube kasih saya Tombol Perak dan Emas.

PBB: Wow… Terus ke depan punya rencana apa?
MP: Saya pikir saya mesti membagikan sedikit yang saya tahu ini kepada orang lain agar mereka punya jalan keluar. Saya bagikan ilmu ini gratis ke teman, saudara, famili dan siapa aja yang berminat. Selanjutnya mereka punya pilihan.
PBB: Kalau bikin channel, konten seputar apa ya yang banyak diminati orang?
MP: Saran saya sih bikin yang spesifik aja. Istilahnya niche channel. Saya merekomendasikan konten seputar teknologi, meditasi dan psikologi. Dan jangan lupa, efektifkan kata kunci dan usahakan membuat 33 video dalam satu channel.
PBB: Oh gitu, kenapa 33 konten?
MP: Karena dari pengalaman, saya tahu itulah jumlah konten yang dibutuhkan sebelum channel itu, istilahnya, tinggal landas alias mulai dikenal orang dan bisa dimonetisasi.
PBB: Kalau biar kontennya viral itu ada caranya?
MP: Ada. Rahasianya, salah satunya, ada di tags. Itu lho yang di depannya pake tanda pagar. Bikin tags yang tepat dan sebanyak mungkin tapi relevan. Jangan spamming, yang jelas.
PBB: Mesti detil dan fokus, ya?
MP: Masing-masing ada strateginya, dan ini yang dari waktu ke waktu saya terus share sama subscribers saya.
PBB: Udah lama juga ini sharing. Oh ya, ada pesan kamu buat yang mau jadi YouTuber?
MP: Ambil peluang dan jangan mau cuma jadi penonton YouTube. Ikut kelas gratis saja dulu awalnya sebelum sampai titik kita mesti berkorban di depan, tenaga, waktu, biaya, dan seterusnya. Tapi itu sebandinglah dengan hasilnya. Saya tak menyesal dengan hidup saya!